Rabu, 12 Februari 2014

Konsep “Cinta akan Indah pada Waktunya”

Sayang, ketika kita membayangkan
Betapa indahnya kebersamaan
Rasa keburu itu menggoda kita
Sehingga kita terkadang terbuai
Seraya berkata,
Yuk! Kita segera nikah
Padahal sesiap apapun kita
Kita tak boleh keburu
karena sesuatu itu terasa indah
jika terjadi pada waktunya

So, kita harus saling ngingetin
Jika aku yang keburu
Maka kamu harus ngingetin aku
Jika kamu yang keburu
Aku pun harus ngingetin kamu
Jika kita sama-sama keburu
Moga Allah yang ngingetin kita


(سن) أي النكاح (لتائق) أي محتاج للوطء (قادر) على موءنة من مهر ونفقة يومه
“Nikah disunnahkan bagi seseorang yang menginginkan kebutuhan biologis (hubungan seksual) dan mampu secara finansial; membayar mahar dan biaya hidup sehari-hari”. (Fathul Mu’in)
Begitulah fiqh menjelaskan tentang waktu yang tepat untuk melaksanakan akad nikah. Jadi, seseorang dianggap sudah tepat waktunya menikah ketika dia: 1. Benar-benar membutuhkan penyaluran hasrat biologis, 2. Dia telah mampu membayar mas kawin dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun, apakah kedua hal tersebut bisa dijadikan tolak ukur bagi seseorang untuk melaksanakan akad nikah? Sepertinya masih ada yang kurang. Dalam melaksanakan akad nikah tidak hanya siap dalam kedua hal tersebut, ada hal lain yang lebih penting dan harus dipenuhi dengan baik. Yaitu, seseorang yang hendak melaksanakan akad nikah, dia harus memperhatikan emosionalnya, apakah dia melaksanakan akad nikah dalam keadaan keburu atau tidak?
Sikap keburu atau gegabah merupakan sikap yang rawan menimbulkan hasil yang tidak sesuai dengan rencana, atau bahasa tepatnya hasilnya tidak baik atau bahkan bisa hancur.
Memang, sebagian orang merasa sangat siap ketika dia sudah menyelesaikan pendidikannya, sudah memiliki penghasilan tetap, dan sudah merasa membutuhkan pendamping hidup, tanpa memperhatikan keadaan emosionalnya. Akibtnya, ketika akad nikah dilaksanakan dan kehidupan keluarga mulai berjalan, dia merasa tidak nyaman dalam kehidupan berkeluarga dan tidak merasakan ketenangan sama sekali. Hal ini terjadi karena dia tidak menyadari secara emosional (dia melaksanakan akad nikah dalam keadaan keburu), dia hanya menyadari secara finansial dan biologis saja.

Ada sebuah kaidah yang mengatakan,
مَنِ اسْتَعْجَلَ قَبْلَ اَوَانِهِ عُقِبَ بِحِرْمَانِهِ
“Siapa saja yang menyegerakan sesuatu sebelum terjadi pada waktunya, maka dia akan menerima akibatnya dengan tidak mendapatkan apa yang dia inginkan dari sesuatu itu ”

Ketika kita sudah menjalin rasa (cinta) dengan seseorang, memang kita sering kali terbuai dengan rasa keburu untuk segera melanjutkan ke majlis akad nikah. Ini sangat baik bahkan mulia. Karena cinta sejati adalah cinta yang diiringi dengan niat ingin menikah. Namun, kita harus sesering mungkin membuka pikiran kita untuk menyadari tentang apa yang kita rasakan, jangan sampai menutup logika sehingga sulit mengontrol perasaan yang membara.
Sesuatu yang kita rasakan adalah berupa rasa ingin segera menikah, lebih-lebih ketika cinta sudah sangat mendalam,bro. Ini berlaku bagi kita yang cintanya sejati. Bagi mereka yang tidak mengerti cinta sejati, mereka menjalin cinta hanya untuk happy semata, tanpa ada niat untuk menikah. Na’udzublillah.
Solusi bagi kita yang terbuai oleh rasa ingin segera menikah, kita harus saling mengingatkan dengan orang yang kita cintai. Artinya, menyepakati tentang keberlangsungan hubungan kita. Semisal, jika kita yang keburu, kita meminta kepada orang yang kita cinta agar dia mengingatkan agar tidak keburu. Jika orang yang kita cintai yang keburu, giliran kita yang mengingatkan agar dia tidak keburu. Jika ternyata sama-sama keburu, ketika kita dan orang yang kita cinta sama-sama sadar sebelumnya, kita saling meminta kepada Allah, semoga Allah yang mengingatkan kita.
Solusi tersebut bertujuan agar cinta kita berlanjut pada akad pernikahan tepat pada waktunya. Apapun yang terjadi tepat pada waktunya, rasanya sangat nikmat dan indah, lebih-lebih dalam hal cinta. Semoga cinta kita termasuk yang seperti ini. Amin…

0 komentar:

Posting Komentar