Senin, 03 Februari 2014

Perbedaan Honorer Dengan PPPK di UU ASN

 Apa perbedaan antara Honorer dengan PPPK?
Dalam UU ASN yang baru ditetapkan akhir 2013 ini, yang dimaksud dengan
PPPK adalah : Pasal 1 (4) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Pasal 6 Pegawai ASN terdiri dari : 1. PNS 2. PPPK Pasal 7
1. PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.

 2. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan Ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 22 PPPK berhak memperoleh : a. gaji dan tunjangan b. cuti c. perlindungan, dan d. pengembangan kompetensi. Pasal 99 (3) PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS. (4) Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa informasi dari Undang- Undang Aparatur Sipil Negara diatas yang paling pokok adalah bahwa PPPK tidak lagi akan diangkat menjadi calon PNS. Jika ingin menjadi PNS, PPPK harus ikut bersaing atau memiliki persamaan dengan pelamar umum.

Sehingga PPPK tertutup menjadi calon PNS. Artinya pengabdian PPPK selama ini sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya akan diukur dan dihargai secara materi, berdasarkan aturan seperti yang tercantum pada Pasal 22, yakni mendapatkan gaji, tunjangan, cuti, perlindungan, dan pengembangan kompetensi. B

Berbeda dengan Honorer, sebagaimana disebutkan dalam PP 48/2005, PP 43/2007 dan yang terakhir PP 56/2012, Honorer dapat diangkat menjadi Calon PNS, namun dengan persyaratan administrasi tertentu melalui seleksi dan tes.

Selain itu Honorer juga ditentukan berdasarkan masa pengabdian yang diatur minimal sudah melaksanakan kewajiban 1 tahun per 31 Desember 2005 dan masih bekerja secara terus menerus hingga proses pengangkatan menjadi PNS. Beberapa hal lain yang membedakan adalah bahwa Honorer dibagi menjadi 2, yaitu Honorer Kategori I (K1) yakni Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh negara (APBN/APBD) dan Honorer Kategori II (K2) yang pembiayaannya tidak ditanggung oleh APBN/APBD.

Bagaimanapun perbedaan antara Honorer dengan PPPK, pengangkatan Honorer baik K1 maupun K2 masih meninggalkan masalah. K1 misalnya masih terdapat ribuan orang yang terganjal dan tidak dapat diangkat menjadi calon PNS. Sementara K2 hanya diangkat tidak lebih dari 30%. Persoalan lainnya, bahwa honorer diluar 2 kategori tersebut (K1 dan K2) tidak dianggap lagi sebagai tenaga honorer dan sudah tertutup nasibnya untuk diangkat menjadi CPNS. Hal ini sudah dinyatakan dalam PP 48/2005 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 814.1/169/SJ Tahun 2013 tentang Penegasan Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer. Dibeberapa daerah SE ini diikuti oleh PPK. Seperti di Kota Bekasi misalnya,

Walikota Bekasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 814/383-BKD.2/II/2013 tentang Larangan Mengangkat Tenaga Honorer dan Tenaga Magang. Namun demikian apapun yang menjadi keputusan pemerintah, sebaiknya lebih mengedepankan dan menghargai jasa dan dharma bakti seseorang. Mudah-mudahan ada jalan keluar yang tidak merugikan Honorer dan PPPK dimasa yang akan datang. PPPK Mengenai PPPK, pasal 94 UU ASN ini menyebutkan, jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan Presiden.

Namun setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. “Setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan,” bunyi Pasal 95 UU ASN ini. Disebutkan dalam UU ASN ini, penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan.

Adapun pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penialain kinerja. “PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS. Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 98 UU ASN ini. Menurut UU ini, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan. Gaji sebagaimana dimaksud dibebankan pada APBN untuk PPPK di Instansi Pusat, dan APBN untuk PPPK di Instansi Daerah.

 “Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 101 UU ASN ini. Dalam UU ASN ini juga disebutkan, PPPK diberikan kesempatan untuk pengembangan kompetensi, dan terhadap PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan. “Penghargaan sebagaimana dimaksud dapat berupa pemberian: a. Tanda kehormatan; b. Kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/ atau c. Kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan,” bunyi Pasal 103 Ayat (2) UU ini. Tetapi untuk melaksanakan UU ASN terhadap PPPK ini masih membutuhkan lahirnya Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan beberapa Peraturan Menteri. (bang imam/A-102)

0 komentar:

Posting Komentar